cerita itu perlu

Tuesday, March 17, 2015

Pindahan: Vol. 1, p. 3

No comments :
Langkahku lunglai melewati koridor kelas demi kelas menuju kelas ku. Wajahku terasa pucat, badan terasa lemas, langkah terasa berat. Hampir semalam suntuk aku menonton pertandingan bola di televisi.

Setelah melewati deretan kelas XII yang paling dekat dengan lokasi parkiran sepeda, aku memasuki deretan kelas X. Langkahku sedikit melambat – padahal sudah lambat – di depan kelas X1, mengingat-ingat kejadian hari kemarin.

Dari luar jendela kelas, aku melihat Intan duduk sendiri di bagkunya. Meja yang dia tempati berada di paling belakang dekat dengan jendela. Dia sedang terjaga dengan buku yang dibacanya.

“Tok…tok…

Aku mengetuk kaca jendela kelas tersebut, wajahnya menoleh dengan mulut menganga.

“Eh… apa?...”

“Temen-temen ngajak main PS lagi abis pulang sekolah… sanggup?...”

“Iya-Iya… ntar aku ikut… udah sana… hush..hush…” usirnya dengan suara rendah.

“He-emm…” berlalu meninggalkannya.

Kelas bersejarah itu aku tinggalkan pelan-pelan menuju kelasku. Kelasku berada di lantai dua, kalau di kira-kira di bawah kelasku tepat adalah kelas X1. Di lantai bawah ada empat ruang dengan urutan, ruang bahasa, kelas X1, kelas X2, ruang gudang peralatan drumband lalu tangga menuju lantai dua. Sedangkan di lantai dua setelah tangga adalah kelas X3, kelas X4, kelas X5, dan kelas X6. Dengan formasi gedung kelas X itu, menempatkan kelasku tepat di atas kelas X1.

Suasana di kelas begitu riuh oleh suara laki-laki yang hanya berjumlah 6 orang, isi kelas selebihnya adalah perempuan. Kelasku keseluruhan jumlah siswanya adalah 35. Bayangkan betapa kontras perbedaan jumlah antara laki-laki dan perempuan.

Walau jumlah kami kalah jauh dengan siswa perempuan, tapi ketika kami sedang berbincang bola, ruangan kelas akan sangat bising, mengalahkan suara 29 anak perempuan yang sedang membicarakan drama korea.

Melihat mereka begitu serius membahas pertandingan bola semalam, membangkitkan semangatku yang tadinya terkuras karena kurang tidur. Aku meletakkan tas sekolahku di atas meja.

“Nanti aku mau bikin gol sama seperti gol pertama tadi malam… gocek-gocek…”

“Mana bisa,… ini loh aku, peringkat pertama !...” teriak Rudi membanggakan hasil liga pada permainan PS hari kemarin.

“Menang beruntung saja pamer !!!...” balas Dito yang tak mau kalah.

“Pokoknya nanti kamu lihat aja lah…”

“Nanti gebetanmu ikut main lagi ga Bay?...” Sulaiman tiba-tiba merubah haluan perbincangan, memotong perkataan Rudi dan mengagetkanku.

“Gebetan?... Gebetan Dari Hongkong !!!...”

“Lah… sok nutup-nutupin…” tangkis Sulaiman dengan mencolek-colekkan kedua jempol miliknya.

“Nanti ajak jalan lagi Bay… haha…” Fajar angkat bicara.

“Intan ya?...” Jafar mendongak seolah merenung. “Cantik juga dia…hee…”

“Ngawur kalian… Gebetan? Ajak jalan? Siapa juga yang gebetannya…haha” ketawaku ku buat-buat.

“Yak lo ga mau ga papa…” Jafar kembali menimpali dengan cengar-cengir.

“Hoe-hoe…”

“Hush…”

“Kamu siapa saja diembat…” serang Dito mengepalkan tangan kepada Jafar.

“Gebetan temen sendiri mau diembat… cari sendiri sono…"

“Hoeehhh… siapa yang gebetan siapa yang digebet…” teriakku keras sambil mengglojo semua kepala temanku.

BERSAMBUNG DISINI

No comments :

Post a Comment